Jakarta, Ngabarin.com — Tradisi legendaris dari tanah Kuansing, Pacu Jalur, mendadak jadi bintang di jagat medsos global. Bukan karena kampanye resmi, tapi karena… boom! tiba-tiba di-posting sama pesepak bola dunia plus klub raksasa Eropa: PSG. Gila nggak tuh?
Tapi belum sempat netizen Indonesia menikmati moment bangga itu, eh, timeline langsung panas! Negara tetangga kayak Malaysia, Thailand, Vietnam, sampai Filipina mendadak muncul dan mulai ngeklaim Pacu Jalur sebagai budaya mereka. “Excuse me?”
Komentar absurd langsung bertebaran di TikTok dan Instagram:
“It’s trend from Vietnam.”
“Pacu Jalur is Thai pride, bro.”
“This is from Manila.” 😑
Warganet RI langsung gercep turun ke kolom komentar. Perang emoji, capslock, sampe thread edukasi sejarah pun meledak di mana-mana.
“Kok bisa-bisanya dibilang dari Vietnam? Itu warisan nenek moyang kami di Kuansing!” tulis seorang netizen sambil rage emoji.
Pacu Jalur tuh apa sih?
Buat yang belum tahu: Pacu Jalur bukan sekadar lomba dayung-dayungan. Ini tradisi nenek moyang orang Riau sejak abad ke-17. Dulu dipakai buat ngangkut hasil panen kayak pisang, tebu, dll via Sungai Kuantan. Sekarang? Udah jadi festival budaya air yang super estetik dan penuh filosofi.
Perahunya panjang, ada hiasan naga, harimau, bahkan buaya. Anak-anak nari di ujung perahu. Ada tiang tinggi, payung adat, selendang warna-warni. Pokoknya kayak fashion show… tapi di sungai!
Belakangan, trend “Aura Farming” di TikTok juga bikin tampilannya makin viral. Sekali lihat, pasti langsung pengen repost.
Yang bikin kesel…
Alih-alih apresiasi, akun-akun luar negeri justru menyematkan tagar negara mereka. Seolah-olah Pacu Jalur itu milik bareng-bareng. Malaysia bahkan bawa-bawa narasi “ini budaya Melayu, bukan cuma Indonesia.”
Netizen pun nyala total. Karena buat warga Riau, ini bukan urusan viral semata. Ini soal identitas dan harga diri budaya.
“Kalau budaya kami mulai diklaim macam-macam, mau sampai kapan kita diam?” kata seorang tokoh adat dari Kuansing di medsos. Real talk.
Pertanyaannya: Indonesia gerak cepat, atau kecolongan (lagi)?
Viralnya Pacu Jalur harusnya jadi momentum emas buat pemerintah. Ini waktunya ngelangkah ke UNESCO, bukan malah nunggu drama lanjutan. Jangan sampe kita cuma bisa ribut di kolom komentar tapi warisan kita pelan-pelan “diserobot”.
Karena buat netizen Indonesia, Pacu Jalur itu bukan cuma festival. Itu adalah detak jantung budaya Riau—dan sekarang, dunia mulai lihat.(*)